Sabtu, 24 Oktober 2015

Tugas UTS masyarakat transnasional

Nama : Mitha Dwi Utari

NPM:1316071034

Hubungan Internasional Universitas Lampung

 

Persoalan Masyarakat Transnasional

Transnasional pertama kali muncul di awal abad ke 20 untuk menggambarkan cara pemahaman baru tentang hubungan antar kebudayaan. Ia adalah sebuah gerakan sosial yang tumbuh karena meningkatnya interkonektifitas antar manusia di seluruh permukaan bumi dan semakin memudarnya batas-batas negara. Perkembangan telekomunikasi, khususnya internet, migrasi penduduk dan terutama globalisasi menjadi pendorong perkembangan transnasionalisme ini.

Menurut Thomas L. Friedman, globalisasi yang menjadi pendorong utama gerakan transnasionalisme adalah sebuah sistem dunia abad 21 yang menitikberatkan kepada integrasi dunia yang tidak mengenal sekat sama sekali. Selain penerapan konsep pasar bebas, runtuhnya tembok Berlin dan munculnya internet merupakan tonggak penting bagi babak baru yang dinamakan globalisasi.

Beberapa hal dalam kasus transnasional ini berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan oleh masyrakat itu sendiri. Ini terlihat dari tingkah laku manusia tersebut terhadap lingkungan mereka. Sangat mungkin dikatakan bahwa kasus ini dapat kita berijudul “Kejahatan Human Trafficking terhadap Masyarakat Transnasional”. Dari judul yang telah didapatkan ini akan lebih mememungkinkan dijabarkan secara terperinci jika dilihat dari berbagai aspek yang akan dibahas. Perdagangan manusia adalah segala bentuk jual beli terhadap manusia, dan juga ekploitasi terhadap manusia itu sendiri seperti pelacuran (bekerja atau layanan paksa),perbudakan atau praktek yang menyerupainya, dan juga perdagangan atau pengambilan organ tubuh manusia. Hal ini sudah sangat menyedihkan bagi orang – orang yang mengalami Human Trafficking atau Perdagangan Manusia, mereka sering di imiimingi dengan gaji yang besar jika bekerja di luar negri, sedangkan pada kenyataannya jangankan mendapatkan gaji yang besar,mereka bahkan di siksa dan juga dianiyaya disana.Biasanya orang terlibat dalam Human Trafficking ini adalah orang yang sudah sangat dekat dengan sang korban, seperti teman, saudara, atau bahkan orang tua sendiri

 

Ada beberapa hal yang menjadi faktor terjadinya Human Trafficking atau Perdagangan Manusia ini, antara lain adalah :

1. Faktor ekonomi atau kemiskinan. Permasalahan ini sering sekali menjadi masalah utama dalam kasus Human Trafficking. Tanggung jawab yang besar untuk menopang hidup keluarga, membayar semua pengeluaran dan pendidikan anak, saudara, dan lainnya sering menjadi pemicu mencari pekerjaan diluar negeri yang tidak jelas pekerjaanya.
2. Faktor budaya seperti ; Peran perempuan untuk mencari nafkah, memang sudah kodratnya perempuan mengurus rumah dan hanya membantu untu mencari nafkah tambahan, namun tanggung jawab atas keberlangsungan hidup keluarganya menjadi alasan untuk berimigrasi. 
3. Peran anak dalam sebuah keluarga , kepatuhan anak terhadap orang tua serta rasa tanggung jawab untuk membayar hutang yang keluarganya miliki, memberikan motivasi tersendiri bagi mereka untuk berimigrasi

 

Pandangan Teori Konstruktivisme terhadap Kasus Human Trafficiking pada Masyarakat Transnasional

Jika masalah tersebut dikaitkan dengan teori konstruktivisme maka kasus dapat bersifat bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan selama ini namun merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti; Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya mampu membina pengetahuan mereka secara mandiri.Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.

 

Solusi Teori Konstruktivisme terhadap Kasus Human Trafficiking pada Masyarakat Transnasional

Dalam terkaitannya kasus transnasional human trafficking dengan teori konstruktivisme dapat dikatakan bahwa hal yang telah terjadi dapat menjadikan suatu acuan dalam pemberantasan pelaku dari human trafficking tersebut dengan pembinaan dari masyarakat itu sendiri tak lagi dengan peran pemerintah dalam melakukan tindak dan upaya pengurangan kasus ini. Jika kedua bagian ini tidak diambil alih maka pelaku atau korban akan semakin bertambah karena tidak adanya binaan dari kedua bagian ini. 

Dan ada beberapa hal yang lebih penting mengenai solusi dari teori konstruktivisme terhadap kasus human trafficking terhadap kejahatan masyakarat transnasional :

1. Memberi pengetahuan
Untuk dapat mencegah masalah ini, perlu diadakan penyuluhan dan sosialisasi masalah kepada masyarakat. Dengan sosialisasi secara terus-menerus, masyarakat akan mengetahui bahayanya masalah iniTentu saja tidak hanya diberikan kepada masyarakat menengah atas. Yang paling penting adalah masyarakat kelas bawah, Karena perdagangan manusia banyak terjadi pada masyarakat dengan kelas pendidikan yang cukup rendah. Pendidikan harus diberikan dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti oleh semua lapisan masyarakat. Teori konstruktivisme menekankan bahwa perlu adanya suatu binaan terhadap masyarakat ini karena tanpa binaan yang serius dapat menimbulkan masalah yang serius pada masyarakat transnasional terutama pada kasus human trafficking itu sendiri.
2. Memberitahu orang lain
Ketika telah mengetahui masalah ini dan bagaimana solusinya, tetapi tidak memberitahu orang lain, permasalahan ini tidak akan selesai. Sebagai orang yang telah mengetahuinya, maka menjadi kewajiban masyarakat di lingkungannya untuk menyampaikan apa yang terjadi pada orang lain, khususnya yang Anda anggap berpotensi mengalami perdagangan manusia. Sebab, orang yang tidak mengetahui adanya permasalahan ini tidak menyadari bahwa hal ini mungkin telah terjadi pada orang-orang di sekitar.
3. Berperan aktif untuk mencegah
Setelah mengetahui dan mencoba memberitahu orang lain, Anda juga dapat berperan aktif untuk menanggulangi permasalahan ini. Berperan aktif tersebut dapat dilakukan dengan cara melaporkan kasus yang Anda ketahui kepada yang berwajib. Anda juga bisa mengarahkan anak, keponakan, atau anak muda lain yang gemar beraktivitas di situs jejaring sosial untuk lebih berhati-hati dalam berteman, misalnya. Yang Anda lakukan mungkin hanya sesuatu yang kecil, tetapi bila semua orang tergerak untuk turut melakukannya, bukan tak mungkin masalah yang berkepanjangan ini akan teratasi.

Ketiga hal diatas adalah solusi yang dapat dijabarkan oleh teori konstruktivisme yang menekankan bahwa bimbingan adalah suatu yang sangat generatif terhadap lingkungan masyarakat agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan oleh masyarakat itu sendiri.

 

Perbandingan Teori Konstruktivisme dengan Teori Neorealisme 

Jika teori awal yang digunakan adalah teori konstuktivisme kemudian dibandingkan dengan teori Neorealisme atau realisme struktural maka bisa dikatakan bahwa teori ini adalah bagian dari hubungan internasional yang dicetuskan oleh Kenneth Waltz tahun 1979 dalam bukunya, Theory of International Politics. Waltz mendukung pendekatan sistemik, yaitu struktur internasional bertindak sebagai pengekang perilaku negara, sehingga hanya negara yang kebijakan-kebijakannya berada dalam cakupan yang diharapkan dapat bertahan. Sistem ini sama seperti model mikroekonomi ketika firma menetapkan harga dan kuantitas berdasarkan pasar.

Neorealisme, yang lebih dikembangkan di dalam tradisi ilmu politik Amerika Serikat, berupaya menata ulang tradisi realis klasik E.H. Carr, Hans Morgenthau, danReinhold Niebuhr menjadi ilmu sosial yang teliti dan positivistik.

Berfikir pada Model Kebijakan AntiTrafficking di AS dan Jerman 

Di tingkat negara, strategi-strategi tersebut dikonstruksikan sebagai paradigma yang disebut  sebagai 3P (Anttrafficking  Policy Kebijakan  anti  trafficking)  3P tersebut mencakup prevention, protection, dan prosecutionDalam hal ini, Amerika 

Serikat dan Jerman merupakan dua negara yang di dalam laporan IOM dinilai telah berhasil membuat dan mengimplementasikan kebijakan ant-trafficking yang tegas Perbedaan antara kebijakan model AS dan Jerman ini dapat memberikan gambarantentang model ideal yang diterapkan di negara-negara industri maju. Dalam indeks 3P,Jerman mengalami penurunan nilai pada tahun 2010 dan 2011  karena  lemahnya  perlindungan  terhadap  korban  trafficking,  namun  secara keseluruhan nilai yang diperoleh Jerman masih di atas nilai rata-rata seluruh negara di dunia. Indeks 3P sendiri menggunakan sejumlah indikator untuk menilai setiap unsur kebijakan anti-trafficking tersebut.

Indikator yang digunakan untuk menilai prevention adalah: 

1. Adopsi hukum anti-trafficking yang melarang human trafficking; 
2. Adopsi hukum yang melarang child trafficking; 
3. Penerapan hukum-hukum lainnya yang relevan; 
4. Sanksi yang setimpal; 
5. Penegakan hukum; 
6. Memelihara pemutakhiran statistik kejahatan trafficking. 

 

Indikator yang digunakan untuk menilai protection adalah: 

1. Penganugerahan amnesti terhadap korban; 
2. Tidak mengenakan persyaratan identifikasi diri untuk mendapatkan status sebagai korban; 
3. Menyediakan bantuan hukum
4. Memberikan izin tinggal; 
5. Menyediakan akomodasi; 
6. Menyediakan bantuan kesehatan; 
7. Menyediakan balai latihan kerja; 
8. Menyediakan bantuan rehabilitasi; 
9. Menyediakan bantuan repatriasi untuk kembali ke negara asalnya. 

 

indikator yang digunakan untuk menilai prosecution adalah: 

1. Kampanye  publik  untuk  memperluas  kewaspadaan  terhadap human trafficking; 
2. Pelatihan  bagi  pejabat  eksekutif  dan  yudikatif  dengan  informasi  seputar human trafficking; 
3. Pertukaran informasi antar pemerintah; 
4. Pengawasan perbatasan dan pintu masuk migran; 
5. Adopsi dan implementasi national action plans untuk memerangi human trafficking; 
6. Meningkatkan kerjasama dengan NGO dan organisasi internasional; dan
7. Meningkatkan kerjasama dengan pemerintah negara lain. 

Pada hal ini teori neorealisme juga mengedepankan bahwa bimbingan dari pemerintah dan lingkungan diperlukan dalam pencegahan dan pengurangan korban dari human trafficking itu sendiri.