Nama : Mitha Dwi Utari
NPM:1316071034
Hubungan Internasional Universitas Lampung
Persoalan Masyarakat Transnasional
Transnasional pertama kali muncul di awal abad ke 20 untuk menggambarkan cara pemahaman baru tentang hubungan antar kebudayaan. Ia adalah sebuah gerakan sosial yang tumbuh karena meningkatnya interkonektifitas antar manusia di seluruh permukaan bumi dan semakin memudarnya batas-batas negara. Perkembangan telekomunikasi, khususnya internet, migrasi penduduk dan terutama globalisasi menjadi pendorong perkembangan transnasionalisme ini.
Menurut Thomas L. Friedman, globalisasi yang menjadi pendorong utama gerakan transnasionalisme adalah sebuah sistem dunia abad 21 yang menitikberatkan kepada integrasi dunia yang tidak mengenal sekat sama sekali. Selain penerapan konsep pasar bebas, runtuhnya tembok Berlin dan munculnya internet merupakan tonggak penting bagi babak baru yang dinamakan globalisasi.
Beberapa hal dalam kasus transnasional ini berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan oleh masyrakat itu sendiri. Ini terlihat dari tingkah laku manusia tersebut terhadap lingkungan mereka. Sangat mungkin dikatakan bahwa kasus ini dapat kita berijudul “Kejahatan Human Trafficking terhadap Masyarakat Transnasional”. Dari judul yang telah didapatkan ini akan lebih mememungkinkan dijabarkan secara terperinci jika dilihat dari berbagai aspek yang akan dibahas. Perdagangan manusia adalah segala bentuk jual beli terhadap manusia, dan juga ekploitasi terhadap manusia itu sendiri seperti pelacuran (bekerja atau layanan paksa),perbudakan atau praktek yang menyerupainya, dan juga perdagangan atau pengambilan organ tubuh manusia. Hal ini sudah sangat menyedihkan bagi orang – orang yang mengalami Human Trafficking atau Perdagangan Manusia, mereka sering di imiimingi dengan gaji yang besar jika bekerja di luar negri, sedangkan pada kenyataannya jangankan mendapatkan gaji yang besar,mereka bahkan di siksa dan juga dianiyaya disana.Biasanya orang terlibat dalam Human Trafficking ini adalah orang yang sudah sangat dekat dengan sang korban, seperti teman, saudara, atau bahkan orang tua sendiri.
Ada beberapa hal yang menjadi faktor terjadinya Human Trafficking atau Perdagangan Manusia ini, antara lain adalah :
Pandangan Teori Konstruktivisme terhadap Kasus Human Trafficiking pada Masyarakat Transnasional
Jika masalah tersebut dikaitkan dengan teori konstruktivisme maka kasus dapat bersifat bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan selama ini namun merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti; Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya mampu membina pengetahuan mereka secara mandiri.Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
Solusi Teori Konstruktivisme terhadap Kasus Human Trafficiking pada Masyarakat Transnasional
Dalam terkaitannya kasus transnasional human trafficking dengan teori konstruktivisme dapat dikatakan bahwa hal yang telah terjadi dapat menjadikan suatu acuan dalam pemberantasan pelaku dari human trafficking tersebut dengan pembinaan dari masyarakat itu sendiri tak lagi dengan peran pemerintah dalam melakukan tindak dan upaya pengurangan kasus ini. Jika kedua bagian ini tidak diambil alih maka pelaku atau korban akan semakin bertambah karena tidak adanya binaan dari kedua bagian ini.
Dan ada beberapa hal yang lebih penting mengenai solusi dari teori konstruktivisme terhadap kasus human trafficking terhadap kejahatan masyakarat transnasional :
Ketiga hal diatas adalah solusi yang dapat dijabarkan oleh teori konstruktivisme yang menekankan bahwa bimbingan adalah suatu yang sangat generatif terhadap lingkungan masyarakat agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan oleh masyarakat itu sendiri.
Perbandingan Teori Konstruktivisme dengan Teori Neorealisme
Jika teori awal yang digunakan adalah teori konstuktivisme kemudian dibandingkan dengan teori Neorealisme atau realisme struktural maka bisa dikatakan bahwa teori ini adalah bagian dari hubungan internasional yang dicetuskan oleh Kenneth Waltz tahun 1979 dalam bukunya, Theory of International Politics. Waltz mendukung pendekatan sistemik, yaitu struktur internasional bertindak sebagai pengekang perilaku negara, sehingga hanya negara yang kebijakan-kebijakannya berada dalam cakupan yang diharapkan dapat bertahan. Sistem ini sama seperti model mikroekonomi ketika firma menetapkan harga dan kuantitas berdasarkan pasar.
Neorealisme, yang lebih dikembangkan di dalam tradisi ilmu politik Amerika Serikat, berupaya menata ulang tradisi realis klasik E.H. Carr, Hans Morgenthau, danReinhold Niebuhr menjadi ilmu sosial yang teliti dan positivistik.
Berfikir pada Model Kebijakan AntiTrafficking di AS dan Jerman
Di tingkat negara, strategi-strategi tersebut dikonstruksikan sebagai paradigma yang disebut sebagai 3P (Anti trafficking Policy Kebijakan anti trafficking) 3P tersebut mencakup prevention, protection, dan prosecution. Dalam hal ini, Amerika
Serikat dan Jerman merupakan dua negara yang di dalam laporan IOM dinilai telah berhasil membuat dan mengimplementasikan kebijakan ant-trafficking yang tegas Perbedaan antara kebijakan model AS dan Jerman ini dapat memberikan gambarantentang model ideal yang diterapkan di negara-negara industri maju. Dalam indeks 3P,Jerman mengalami penurunan nilai pada tahun 2010 dan 2011 karena lemahnya perlindungan terhadap korban trafficking, namun secara keseluruhan nilai yang diperoleh Jerman masih di atas nilai rata-rata seluruh negara di dunia. Indeks 3P sendiri menggunakan sejumlah indikator untuk menilai setiap unsur kebijakan anti-trafficking tersebut.
Indikator yang digunakan untuk menilai prevention adalah:
Indikator yang digunakan untuk menilai protection adalah:
indikator yang digunakan untuk menilai prosecution adalah:
Pada hal ini teori neorealisme juga mengedepankan bahwa bimbingan dari pemerintah dan lingkungan diperlukan dalam pencegahan dan pengurangan korban dari human trafficking itu sendiri.